John Gobai Minta Pemerintah Dan Freeport Harus Jawab Keluhan Masyarakat Mimika Timur Jauh

Redaksi
0


 Jayapura,PapuaLink.Id – Ketua Poksus DPR Papua (DPRP) John NR Gobai mengaku pernah berkunjung ke Pomako, Mimika, Papua belum lama ini. Saat itu, ia sempat berdiskusi dengan sejumlah motoris. Dalam diskusi itu, kata Gobai, para motoris mengeluhkan bagaimana sulitnya mereka ketika mengantar penumpang ke daerah Manasari Kampung Fanamo, Distrik Mimika Timur Jauh.

“Mereka juga menceritakan bagaimana hambatan yang dialami untuk akses transportasi melalui sungai ke Distrik Agimuga. Kesulitan ini terjadi menurut mereka karena terjadi pendangkalan di sungai Kamora dan sungai lainnya yang ada di dekat Distrik Mimika Timur Tauh di Manasari sampai ke muara sungai Agimuga,”ungkap Gobai dalam dialog dengan agenda mendengar keluhan masyarakat Mimika Timur &auh yang disampaikan Lepemawil Mimika Timur Jauh di Jayapura, Selasa (1/11/2022).

Ia menyebut akibat pendangkalan sungai, akhirnya berdampak bagi akses transportasi laut di sungai tersebut. Pendangkalan terjadi diduga banyak sedimen yang ada di dalam sungai-sungai tersebut. Alhasil, pendangkalan ini otomatis menghambat jalan melalui sungai yang selalu digunakan oleh masyarakat di Mimika Timur Jauh dan masyarakat yang menuju ke Distrik Agimuga.

“Ya kalai menurut informasi warga, diduga sedimen ini berasal dari pembuangan tailing PT Freeport Indonesia. Untuk itu kami meminta kepada Pemprov Papua melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar membentuk independen untuk melakukan pencarian fakta atau investigasi terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Mimika Timur Jauh,” tuturnya.

“Freeport juga harus harus menjawab keluhan masyarakat terkait tailing mereka, karena persoalan ini sangat menentukan jalur transportasi untuk wilayah Indonesia Bagian Timur dan juga Kabupaten Asmat,” imbuh John.

John Gobai menegaskan bahwa di daerah Mimika lebih banyak digunakan transportasi air atau laut, karena jumlah sungai yang sangat banyak. Begitu juga di Kabupaten Asmat, sehingga hal ini akan sangat mengganggu kehidupan masyarakat.

“Kami tahu bahwa masyarakat Timika ini tak dapat hidup dari sungai, sagu dan sampan. Untuk itu Pemerintah harus melakukan investigasi terkait pendangkalan ini,” tegasnya.

Sementara itu Koordinator Lembaga Peduli Masyarakat Mimika Timur Jauh (Lepemawil) Mimika Timur, Adolfina Kum, menyampaikan selama kurun waktu 10 tahun komunitasnya telah melakukan advokasi non litigasi mulai daei mediasi, sosialisasi, pendokumentasian, riset dan kampanye, guna membangun pendidikan kesadaran bagi perempuan korban di area lingkar tambang.

Dalam dialog itu, Kum juga membeberkan 10 permasalahan urgen yang ditemukan di lapangan.

Pertama hilangnya budaya dan mitos Suku Asli setempat. Kedua, hilangnya mata pencaharian. Ketiga, krisis pangan lokal. Keempat, krisis air bersih. Kelima, kesehatan terganggu. Keenam, pohon mengering. Ketujuh, kematian ikan secara massal. Kedepalan, tertimbunya sungai oleh limbah. Kesembilan, akses jalur transportasi laut yang terisolir dan kesepuluh, pengungsian masyarakat adat.

Dari 10 temuan itu, Kum memastikan bahwa kehadiran Freeport selama 56 tahun bagi suku Amungme, Kamoro, dan Sempan merubah kehidupan peradaban mereka yang dipicu oleh pembuangan limbah beracun kimia ke sungai Ajikwa /Wanogong.

Akibat pencemaran limbah jahat ke sungai, masyarakat pun mengalami krsis air bersih, ekosistem laut dan darat rusak terkontaminasi limbah ,tempat keramat hilang ,degradasi pulau kecil, kematian ikan secara masal dan akanan laut mulai mati perlahan-lahan.

“Ya, sehari-hari mereka menghirup dan mengkonsumsi air sungai yang tercemar , kehilangan produksi pangan lokal (sagu), ubi, talas dan pisang, dan juga kehilangan tempat berburu di hutan, sungal ,laut ,pohon mengering. Kemudian sungai jadi dangkal dan hilang karena sendimentasi,kehilangan dusun yang berakibat pengungsian di atas tanah adat mereka sendiri,” papar Kum.

Limbah Freeport juga mengakibatkan wabah penyakit seperti penyakit kulit, penyakit menular, hingga Ispa (infeksi pernapasan).

“Ini yang kami jumpai dalam masyarakat di kampung, yang seolah- olah ini jadi penyakit turunan moyang kami,” katanya. (Redaksi)

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)